Pemerintah daerah sebagai pihak yang memiliki peran utama dalam
pengelolaan tata ruang kota memiliki kewenangan mengatur pembangunan,
penataan, serta pengendalian terhadap penyelenggaraan dan retribusi menara
telekomunikasi atau yang biasa disebut dengan Base Tranceiver Station (BTS).
Jumlah BTS di Bandung meningkat hingga 373 unit. Pertumbuhan jumlah BTS
yang cepat dan dan sistem pendokumentasian sebaran BTS yang menggunakan
penggambaran manual, menyebabkan Pemerintah daerah mengalami kesulitan,
melakukan pengelolaan terhadap BTS. Oleh sebab itu, dibutuhkan alat bantu
pengelolaan BTS yang dapat mempermudah pengelolaan, serta pengawasan
terhadap penyelenggaraan dan retribusi BTS tersebut.
Alat bantu yang dapat digunakan adalah Sistem Informasi Geografis
(SIG). SIG dapat mengumpulkan, menyimpan, mengintegrasikan, mengolah, dan
menganalisis objek maupun fenomena dimana lokasi geografi merupakan
karakteristik utama untuk di analisis (Aronof, 1989). Data-data yang telah
diperoleh melalui metode survey dan wawancara diolah sehingga dapat dibedakan
ke dalam bentuk data spasial dan data atribut menggunakan software Mapinfo,
dan Visual Basic sebagadesain tampilan dan bahasa pemrogramannya.
SIG tersebut dapat menjadi langkah awal bagi Pemerintah daerah dalam
pengelolaan BTS. Dengan SIG Pengelolaan dan Pengawasan BTS ini, Pemerintah
daerah dapat mendokumentasikan sebaran BTS dan retribusinya, sehingga
nantinya dapat dilakukan control terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). Selain
itu, SIG ini dapat membantu Pemerintah ddaerah dalam mengambil keputusan
tterhadap lokasi BTS Bersama berdasarkan pada aspek lokasi dan aspek teknis
telekomunikasi yang diajukan oleh penyelenggara telekomunikasi sertaketentuan
zonasi wilayah telekomunikasi yang ditetapkan oleh Pemerintah daerah. Sistem Informasi Geografis, Base Tranceiver Station(BTS),