Pengalaman pengguna (UX) pada situs website e-commerce yang optimal sangat penting untuk menjamin aksesibilitas dan kepuasan pengguna, termasuk bagi pengguna dengan buta warna. Sekitar 0,7% populasi Indonesia mengalami buta warna, dan sebagian dari mereka yang merupakan pengguna internet aktif kesulitan mengakses situs e-commerce. Studi literatur menunjukkan bahwa masih banyak situs e-commerce yang kurang memperhatikan aspek aksesibilitas, termasuk dalam desain antarmuka pengguna (UI) untuk pengguna website dengan buta warna. Penelitian ini menekankan pentingnya pemahaman mendalam terhadap kebutuhan pengguna serta penciptaan solusi inovatif pada website TUS Mart. TUS Mart adalah platform web milik Telkom University Surabaya yang menjual produk hidroponik dan akuaponik, namun belum dilengkapi fitur buta warna. Metode Design Thinking dipilih, karena mampu memecahkan masalah dengan pendekatan yang berpusat pada pengguna, mencakup tahap iteratif dengan solusi lebih efektif yang mencakup Empathize, Define, Ideate, Prototype, dan Test. Data yang digunakan penelitian ini adalah data kualitatif, yaitu wawancara bersama dengan pembeli TUS Mart dan pengguna aktif e-commerce website dengan buta warna. Penelitian ini menghasilkan website TUS Mart yang dirancang dengan mode: normal (terintegrasi dengan mode monokromasi), protanopia, deutranopia, tritanopia, dan mode gelap. Pengujian validitas dilakukan pada masing-masing 25 responden penyandang buta warna untuk menilai desain sebelum dan sesudah modifikasi. Hasil uji Wilcoxon Signed-Rank Test menunjukkan adanya perbedaan signifikan antara skor SUS awal sebesar 51,1 (kategori poor, Grade D, NPS detractor) dan skor setelah modifikasi sebesar 86,3 (kategori excellent, Grade A, NPS promoter). Hasil ini menegaskan bahwa penambahan mode buta warna secara signifikan meningkatkan usability dan aksesibilitas bagi pengguna dengan buta warna.
Kata Kunci: E-commerce, Website, Buta Warna, Aksesibilitas, Design Thinking