Eksistensi Sekolah Dewi Sartika sebagai warisan pendidikan perempuan kini mengalami penurunan, baik dari segi identitas maupun pemaknaan nilai-nilai pemikiran Dewi Sartika di dalamnya. Ruang kelas cagar budaya sebagai ruang pembelajaran sekaligus ruang historis belum dimanfaatkan secara maksimal untuk merepresentasikan identitas dan nilai pemikiran beliau. Fenomena ini menimbulkan urgensi perancangan strategi pengembangan ruang kelas yang mampu memperkuat identitas nilai-nilai pemikiran tokoh melalui media ruang. Penelitian ini menggunakan kerangka Design Thinking sebagai conceptual framework untuk menggali kebutuhan pengguna dan merumuskan solusi desain secara partisipatif. Teori Place Identity, Burra Charter: Cultural Significance, dan Heritage-Inspired Strategy digunakan sebagai landasan dalam mengeksplorasi identitas tempat, nilai historis, serta pendekatan pelestarian berbasis warisan budaya. Metode pengumpulan data yang digunakan meliputi observasi, Photo Elicitation Interview (PEI), serta wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penguatan identitas ruang dapat dicapai melalui strategi desain yang mempertimbangkan elemen historis, simbolik, serta kebutuhan kontemporer pendidikan dan komunitas. Strategi tersebut dikembangkan dalam tiga pendekatan: Historical Revival, Eclectic Historicism, dan Free Historicism, yang masing-masing dirancang berdasarkan sintesis temuan lapangan dan nilai-nilai pemikiran Dewi Sartika: cageur, bageur, bener, pinter, dan singer. Penelitian ini berkontribusi dalam pengembangan keilmuan desain interior berbasis identitas, pelestarian pendidikan, serta penguatan nilai budaya lokal dalam ruang belajar.
Kata kunci: strategi desain, ruang kelas cagar budaya, Dewi Sartika, place identity, heritage, pendidikan