UMKM ASTIGA adalah sebuah usaha mikro yang bergerak dalam bidang pembuatan jaket kulit dan berlokasi di Garut. Walaupun dikenal memiliki reputasi yang baik, data tahun 2024 menunjukkan bahwa dari total 3.138 unit jaket yang diproduksi, sebanyak 150 unit produk Defect lolos ke tangan konsumen. Hal ini menghasilkan persentase produk Defect lolos sebesar 4,78% dengan rata-rata setiap bulan sebesar 5%. Sementara itu, dari total 286 produk Defect yang ditemukan (terdiri dari 136 yang terdeteksi dan 150 yang lolos), tingkat keberhasilan deteksi Defect hanya mencapai 47,55% dengan rata-rata setiap bulannya sebesar 46,96% Perhitungan ini menunjukkan adanya kelemahan dalam sistem inspeksi akhir yang berisiko terhadap kerugian finansial dan penurunan kepercayaan pelanggan. Penelitian ini bertujuan untuk merancang perbaikan proses inspeksi guna mengurangi jumlah produk Defect yang tidak terdeteksi, dengan metode PDCA dan pendekatan Business Process Improvement (BPI). Evaluasi proses dilakukan dengan mengacu pada standar ISO 9001:2015, khususnya pada klausul 4.4.1, 4.4.2, dan 8.1, guna menilai kesesuaian sistem dengan prinsip manajemen mutu.
Dari hasil analisis diketahui bahwa faktor utama penyebab tingginya produk Defect adalah kurangnya ketelitian operator, belum adanya prosedur standar (SOP) tertulis, serta informasi inspeksi yang tidak lengkap. Untuk mengatasi hal tersebut, dirancanglah SOP inspeksi, formulir checksheet, serta program pelatihan operator berdasarkan aspek CTQ (Critical to Quality). Usulan ini diharapkan mampu meningkatkan akurasi pemeriksaan, menurunkan jumlah produk Defect yang lolos ke konsumen, dan memperkuat sistem pengendalian mutu di UMKM ASTIGA.
Kata kunci: Proses inspeksi, produk Defect, Business Process Improvement, SOP, ISO 9001:2015, CTQ