Kebakaran hutan di Indonesia telah menjadi ancaman yang berdampak serius terhadap
kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. Dalam beberapa dekade terakhir,
frekuensi dan intensitas kebakaran terus meningkat, menyebabkan kerusakan ekosistem,
pencemaran udara, gangguan kesehatan, hingga memperparah perubahan iklim global. Data
tahun 2023 mencatat lebih dari 1,6 juta hektar lahan terdampak kebakaran hutan dan lahan.
Pencegahan dini sangat diperlukan untuk meminimalkan dampak tersebut melalui penerapan
Early Warning System (EWS) yang mampu mendeteksi potensi kebakaran secara cepat dan
akurat.
Penelitian ini mengembangkan EWS kebakaran hutan berbasis aplikasi mobile dan web
landing yang terintegrasi dengan jaringan fiber optik. Sistem ini menggunakan sensor suhu,
asap, dan kelembapan yang terhubung ke mikrokontroler untuk memantau kondisi lingkungan.
Pengujian dilakukan dengan membandingkan jarak sensor (30–70 cm) dan variasi kecepatan
angin (1,0–2,0 m/s) untuk mengetahui pengaruhnya terhadap kinerja deteksi.
Berdasarkan hasil pengujian, suhu, kelembapan, dan konsentrasi asap menunjukkan
variasi yang dipengaruhi oleh jarak dan kecepatan angin. Suhu lebih tinggi di jarak dekat dan
menurun di jarak jauh, seperti pada 2,0 m/s dari 32,12°C menjadi 29,84°C, menunjukkan
penyebaran panas oleh angin. Kelembapan meningkat seiring jarak, misalnya dari 68,72% ke
69,98% pada 1,0 m/s, karena area jauh tidak langsung terpapar panas. Konsentrasi asap juga
menurun, dari 19,58 ppm menjadi 17,54 ppm pada 2,0 m/s, akibat partikel asap tersebar lebih
cepat oleh angin. Respon waktu menunjukkan kecepatan angin tinggi mempercepat deteksi,
sedangkan jarak yang lebih jauh memperlambat rata-rata 5 detik per tingkat kecepatan angin.
Sistem bekerja optimal dengan web landing yang menerima data real-time (?1 detik) serta
aplikasi mobile yang menampilkan data sensor, live CCTV via IP, dan notifikasi otomatis saat
kondisi bahaya terdeteksi.
Kata kunci: aplikasi mobile, early warning system, fiber optik, kebakaran hutan.