Perkembangan teknologi digital telah memicu transformasi signifikan dalam sektor perbankan Indonesia, ditandai dengan hadirnya bank-bank digital yang menawarkan layanan berbasis teknologi dengan efisiensi tinggi. Di sisi lain, bank konvensional yang telah lama mendominasi pasar perbankan nasional menghadapi tantangan dalam beradaptasi terhadap perubahan perilaku nasabah dan meningkatnya persaingan digital. Perbedaan mendasar dalam model bisnis kedua jenis bank ini dapat memengaruhi profil risiko, khususnya risiko kredit dan risiko likuiditas, yang menjadi komponen utama penilaian kesehatan bank dalam metode Risk Profile pada kerangka RGEC.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan risiko kredit dan risiko likuiditas antara bank digital dan bank konvensional, serta menguji hubungan antara kedua risiko tersebut. Pendekatan kuantitatif digunakan dengan metode uji non-parametrik Mann-Whitney U untuk menguji perbedaan dan uji korelasi Spearman untuk menganalisis hubungan antara rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) sebagai indikator risiko likuiditas dan Non-Performing Loan (NPL) sebagai indikator risiko kredit. Sampel penelitian terdiri dari 43 bank yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (37 bank konvensional dan 6 bank digital) dengan data sekunder yang bersumber dari laporan keuangan periode 2019–2024.
Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan signifikan antara bank digital dan bank konvensional. Secara umum, bank digital memiliki LDR yang lebih tinggi namun NPL yang lebih rendah dibandingkan bank konvensional, mencerminkan strategi penyaluran kredit yang lebih selektif dan efisien. Korelasi antara LDR dan NPL signifikan pada bank konvensional, sedangkan pada bank digital tidak signifikan, yang mengindikasikan perbedaan pola manajemen risiko.
Penelitian ini berkontribusi pada pengembangan literatur mengenai profil risiko perbankan di era digital serta memberikan rekomendasi bagi regulator dan manajemen bank dalam merumuskan kebijakan manajemen risiko yang selaras dengan karakteristik masing-masing model bisnis. Temuan ini juga menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya untuk mengkaji variabel tambahan seperti risiko pasar atau efisiensi operasional guna memperluas pemahaman atas dinamika risiko perbankan di Indonesia.